Kebiasaan Para Pemimpin yang Gagal
Menjadi
pimpinan dalam suatu perusahaan bukanlah suatu perkara yang mudah.
Seorang pemimpin harus memegang tugas besar akan tangung jawab kepada
semua bawahannya. Banyak pemimpin besar di dunia ini yang bisa bertahan
lebih dari 1 abad dalam kepemimpinannya, namun tidak sedikit pula
pemimpin yang gagal dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai
pemimpin. Sidney Finklestein, seorang Profesor Manajemen Steve Roth di Tuck School Of Business di Darthmounth Colleage, Mempublikasikan dalam sebuah artikel '' Why Smart Executives Fail ''
di dalam ( publikasi tersebut),beliau membagikan ilmu dari sebagian
dari penelitiannya tentang mengapa 50 perusahaan besar seperti Enro,
Tyco, Worldcom, Rubbermaid and Schwin menjadi sebuah kegagalan besar.
Yang hasilnya menyatakan bahwa didalam perusahaan para senior eksekutif
memiliki 7 kebiasaan yang sama. Finkelstein menyebutnya 7 Kebiasan dari
pemimpin yang gagal. Salah satunya adalah perusahaan yang terlalu
mendominasi.
Perusahaan yang terlalu Mendominasi
Kebiasaan terburuk pertama yang mengakibatkan seorang pemimpin gagal
adalah sebuah perusahaan yang mendominasi lingkungan bisnisnya yang
mengatur arah pasar bisnis antara para Pemimpin/ Eksekutif dengan
perusahaan- perusahan lain. Dalam teorinya sebuah perusahaan memang
seharusnya mendominasi perusahaan namun ada hal- hal yang harus
diperhatikan, salah satunya dalam membentuk gambaran dan karakter
perusahaan. Tidak seperti pemimpin yang sukses dan berhasil, pemimpin
yang gagal kurang peka terhadap kesalahan yang dibuat, dalam arti
seluasnya para pemimpin yang gagal kurang memahami letak kesalahan dan
tidak berusaha untuk memperbaikinya. Yang terkadang tidak menyadari
bahwa mereka sedang diberikan kesempatan untuk memperbaikinya.
Hal kedua kebiasaan buruk yang membuat para pemimpin gagal adalah Mereka
(pemimpin) yang sangat berlebihan dalam berfikir tentang kemampuan
mereka yang dapat mengontrol keadaaan dan merendahkan peran perubahan
keadaan lingkungan dalam kesuksesan mereka. CEO yang termangsa oleh kepercayaan ini, tersiksa dalam ilusi tentang keunggulan pribadi mereka.
Seperti seorang sutradara film, tentu melihat dirinya
sebagai pencipta perusahaan mereka. Menurut pendapatnya, semua orang
yang ada diperusahaan hanya berperan sebagai eksekutor atau implementor
visi mereka terhadap perusahaan. Sebagaimana mereka menyadari, setiap
orang dalam perusahaan tersebut berada disana untuk melakukan
kepentingan personal bagi perusahaan mereka. Seorang CEO Samsung, Kun
Hee Lee, yang sukses dan berhasil dalam bidang elektronik, berfikir
bahwa kesuksesan yang diraihnya mampu dia ulangi dalam bidang automobile. Beliau menginvestasikan dana sebesar 5 Billion US Dollar di
dalam pasar auto yang sudah tidak berjalan secara baik Mengapa ? Tidak
ada alasan bisnis. Lee hanya menyukai mobil dan bermimpi untuk berada
di industri ini.
# Pemimpin Yang Terlalu Mengindetifikasi Bahwa Tidak Adanya Batasan Antara Kepentingan Perusahaan dan Kepentingan Pribadi.
Seorang pemimpin harus mempunyai komitmen kuat yang
sejalan dengan visi serta misi dari perusahaaan yang ia pimpin demi
kepentingan masa depan perusahaan yang ia pimpin. Namun pada
kenyataannya, dari beberapa penelitian menyatakan bahwa pemimpin yang
gagal sering kali memahami hal ini dengan cara yang keliru. Pemimpin
sukses melihat perusahaan yang ia pimpin sebagai sesuatu yang perlu
dipelihara sebaik mungkin tapi sebaliknya, pemimpin yang gagal memandang
perusahaannya sebagai perpanjangan dari diri mereka sendiri atau
dengan kata lain membentuk '' Kerajaan Pribadi ''.
Yang paling riskan dari seorang pemimpin adalah
kecenderungan mereka untuk mengunakan uang perusahaan demi kepentingan
pribadi. Seorang pemimpin atau ,CEO yang memiliki track record
panjang dan memukau cenderung berpikir bahwa mereka telah menghasilkan
banyak keuntungan bagi perusahaan melalui pengeluaran pribadinya yang
sebenarnya tidaklah sebanding. Logika yang salah ini pernah dialami oleh
Dennis Kozlowski, CEO dari perusahaan Tyco. Ia merasa bahwa pemborosan yang ia lakukan, sebanding dengan apa yang telah ia berikan untuk perusahaan.
Menjadi seorang CEO dalam sebuah perusaahaan
haruslah seseorang dengan kredibilitas yang sangat tinggi karena sebagai
pemegang kendali utama, seorang CEO sering memiliki asumsi yang
salah mengenai kepemimpinan. Sering kali seorang pemimpin
mengimplikasikan dirinya sebagai seorang “raja di negaranya sendiri” dan
pemahaman yang salah itu akan sangat berbahaya jika dilakukan secara
terus menerus.
# Para Pemimpin Berfikir Bahwa Merekalah yang Memiliki Jawaban Atas Semuanya
Beberapa anggapan menyuarakan - seorang pemimpin
ideal adalah pemimpin yang memiliki kompeten yaitu pemimpin yang
dinamis. Mereka mampu membuat keputusan dalam hitungan menit.
Menghadapi banyak krisis secara bersamaan, dan membutuhkan satu detik
untuk menyelesaikan situasi yang membuat bingung orang berhari- hari.
Gambaran di atas adalah omong kosong! Pemimpin yang
sangat tajam dan desisif cenderung menyelesaikan isu sangat cepat
sehingga mereka tidak memiliki kesempatan untuk melihat percabangan
masalah. Lebih buruknya lagi, pemimpin dengan karakter seperti ini
merasa memiliki semua jawaban, mereka tidak terbuka dengan hal – hal
yang baru.
Wolfgang Schmitt adalah seorang CEO dari
Rubbermaid, yang senang menunjukkan kemampuannya dalam menyelesaikan
masalah sulit dalam sekejab. Sampai – sampai Schmitt mendapatkan sebutan
“wolf mengetahui segalanya”. Dalam sebuah diskusi yang kompleks pun
Schmitt, tidak menghiraukan pendapat atau sudut pandang orang lain. Ia
hanya mengatakan bahwa “Baiklah! Ini yang harus kita lakukan!”
Ketika organisasi Anda dijalankan oleh orang – orang
seperti ini, sebaiknya Anda berharap bahwa jawaban dari mereka adalah
yang paling tepat. Di Rubbermaid tidak demikian. Perusahaan ini jatuh
dari perusahaan yang paling dikagumi versi Fortune di tahun 1993,
menjadi perusahaan yang diakusisi oleh jutawan Newell beberapa tahu
kemudian.
Ingatlah pada hakikatnya kita / seorang pemimpin
hanyalah seorang manusia dimana kita semua tahu manusia tidak luput dari
kesalahan. Salah satu cara untuk meminimalisir kesalahan adalah
mengumpulkan pendapat dan sudut pandang orang lain, dan kemudian
dipertimbangkan untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
Seorang pemimpin yang sudah mempunyai anggapan “Saya
mengetahui semua jawaban” akan menutup sudut pandang semua orang. Yang
artinya seorang pemimpin dengan karakter seperti ini tidak mau untuk
mempelajari hal – hal yang baru karena ia menganggap mereka sudah
mengetahuinya tanpa mempelajarinya.
Para Pemimpin dengan mudah memecat orang- orang yang tidak memiliki pandangan yang sama dengan mereka.
Ciri-ciri utama dalam melihat karakter dan sifat para pemimpin yang baik
dan patut dijadikan panutan adalah yang bukan hanya mampu melakukan
hubungan bisnis saja, tapi juga melakukan pendekatan secara persuatif
kepada bawahannya. Dalam bukunya, Jhon C Maxwell, seorang ahli
kepemimpinan, pembicara, dan penulis mengatakan, '' Rasa puas terhadap
diri sendiri adalah hal yang seharusnya paling ditakuti bagi seorang
pemimpin.” Tipe kepemimpinan seseorang mencerminkan karakter yang
sesungguhnya, karena karakter menentukan apakah sebuah hubungan dengan
bawahan bisa bertahan lama atau tidak. Karakter yang akan dibahas dalam
artikel ini adalah jenis karakter yang tidak akan segan-segan
memberhentikan karyawannya jika tidak sejalan dengannya.
Seorang pemimpin seharusnya memberikan visi dan misi
serta menanamkan nilai-nilai kepercayaan pada karyawannya. Sedangkan
pemimpin yang arogan adalah pemimpin yang kerap memberikan dua pilihan
pada karyawannya ketika ia sedang membuat sebuah kebijakan baru. Mereka
selalu dihadapkan dengan pilihan: Ikut atau keluar.
Permasalahan yang mungkin timbul dari pendekatan ini
yaitu rusaknya hubungan kerja. Pada dasarnya, tidak semua pendapat yang
dikemukan oleh seorang pemimpin harus disetujui dan dilaksanakan dengan
baik oleh karyawannya. Faktanya, dengan menghilangkan semua perdebatan
dan perbedaan dalam memandang sudut pandang, seorang pemimpin terkadang
berperan sebagai faktor perusak yang menghalangi karyawan dalam
mendapatkan kesempatan untuk membenahi dan memperbaiki permasalahan.
Pemimpin seperti ini biasanya membungkan dan menutupi sebuah
permasalahan sebelum hal itu muncul ke permukaan, dan hal itu sangat
berpengaruh terhadap pecahnya sebuah organisasi atau perusahaan.
Perusahaan Mattel seorang Jill Barad menyingkirkan letnan seniornya,
karena mempunyai pandangan yang berbeda dengan yang ia jalankan.
Schmitt menciptakan suasana yang menakutkan di Rubbermaid karena
pemecatan seperti ini malah mendapat dukungan dari CEO . Banyak dari mereka meninggalkan perusahaan secepat mereka bergabung. Pada akhirnya, CEO
tersebut memiliki semua orang di belakang mereka namun mereka berjalan
menuju kehancuran, dan tidak ada orang yang memperingati mereka.
Remember !! Hilanganya para Executive yang berkualitas bermula dari sebuah kepemimpinan yang buruk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar