HARAPAN ITU PASTI

Kamis, 02 Mei 2013

Kebiasaan Para Pemimpin yang Gagal

Kebiasaan Para Pemimpin yang Gagal


Menjadi pimpinan dalam suatu perusahaan bukanlah suatu perkara yang mudah. Seorang pemimpin harus memegang tugas besar akan tangung jawab kepada semua bawahannya. Banyak pemimpin besar di dunia ini yang bisa bertahan lebih dari 1 abad dalam kepemimpinannya, namun tidak sedikit pula pemimpin yang gagal dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai pemimpin. Sidney Finklestein, seorang Profesor Manajemen Steve Roth di Tuck School Of Business di Darthmounth Colleage, Mempublikasikan dalam sebuah artikel '' Why Smart Executives Fail '' di dalam ( publikasi tersebut),beliau membagikan ilmu dari sebagian dari penelitiannya tentang mengapa 50 perusahaan besar seperti Enro, Tyco, Worldcom, Rubbermaid and Schwin menjadi sebuah kegagalan besar. Yang hasilnya menyatakan bahwa didalam perusahaan para senior eksekutif memiliki 7 kebiasaan yang sama. Finkelstein menyebutnya 7 Kebiasan dari pemimpin yang gagal. Salah satunya adalah perusahaan yang terlalu mendominasi.

Perusahaan yang terlalu Mendominasi
Kebiasaan terburuk pertama yang mengakibatkan seorang pemimpin gagal adalah sebuah perusahaan yang mendominasi lingkungan bisnisnya yang mengatur arah pasar bisnis antara para Pemimpin/ Eksekutif dengan perusahaan- perusahan lain. Dalam teorinya sebuah perusahaan memang seharusnya mendominasi perusahaan namun ada hal- hal yang harus diperhatikan, salah satunya dalam membentuk gambaran dan karakter perusahaan. Tidak seperti pemimpin yang sukses dan berhasil, pemimpin yang gagal kurang peka terhadap kesalahan yang dibuat, dalam arti seluasnya para pemimpin yang gagal kurang memahami letak kesalahan dan tidak berusaha untuk memperbaikinya. Yang terkadang tidak menyadari bahwa mereka sedang diberikan kesempatan untuk memperbaikinya.

Hal kedua kebiasaan buruk yang membuat para pemimpin gagal adalah Mereka (pemimpin) yang sangat berlebihan dalam berfikir tentang kemampuan mereka yang dapat mengontrol keadaaan dan merendahkan peran perubahan keadaan lingkungan dalam kesuksesan mereka. CEO yang termangsa oleh kepercayaan ini, tersiksa dalam ilusi tentang keunggulan pribadi mereka.

Seperti seorang sutradara film, tentu melihat dirinya sebagai pencipta perusahaan mereka. Menurut pendapatnya, semua orang yang ada diperusahaan hanya berperan sebagai eksekutor atau implementor visi mereka terhadap perusahaan. Sebagaimana mereka menyadari, setiap orang dalam perusahaan tersebut berada disana untuk melakukan kepentingan personal bagi perusahaan mereka. Seorang CEO Samsung, Kun Hee Lee, yang sukses dan berhasil dalam bidang elektronik, berfikir bahwa kesuksesan yang diraihnya mampu dia ulangi dalam bidang automobile. Beliau menginvestasikan dana sebesar 5 Billion US Dollar di dalam pasar auto yang sudah tidak berjalan secara baik Mengapa ? Tidak ada alasan bisnis. Lee hanya menyukai mobil dan bermimpi untuk berada di industri ini.

# Pemimpin Yang Terlalu Mengindetifikasi Bahwa Tidak Adanya Batasan Antara Kepentingan Perusahaan dan Kepentingan Pribadi.

Seorang pemimpin harus mempunyai komitmen kuat yang sejalan dengan visi serta misi dari perusahaaan yang ia pimpin demi kepentingan masa depan perusahaan yang ia pimpin. Namun pada kenyataannya, dari beberapa penelitian menyatakan bahwa pemimpin yang gagal sering kali memahami hal ini dengan cara yang keliru. Pemimpin sukses melihat perusahaan yang ia pimpin sebagai sesuatu yang perlu dipelihara sebaik mungkin tapi sebaliknya, pemimpin yang gagal memandang perusahaannya sebagai perpanjangan dari diri mereka sendiri atau dengan kata lain membentuk '' Kerajaan Pribadi ''.

Yang paling riskan dari seorang pemimpin adalah kecenderungan mereka untuk mengunakan uang perusahaan demi kepentingan pribadi. Seorang pemimpin atau ,CEO yang memiliki track record panjang dan memukau cenderung berpikir bahwa mereka telah menghasilkan banyak keuntungan bagi perusahaan melalui pengeluaran pribadinya yang sebenarnya tidaklah sebanding. Logika yang salah ini pernah dialami oleh Dennis Kozlowski, CEO dari perusahaan Tyco. Ia merasa bahwa pemborosan yang ia lakukan, sebanding dengan apa yang telah ia berikan untuk perusahaan.

Menjadi seorang CEO dalam sebuah perusaahaan haruslah seseorang dengan kredibilitas yang sangat tinggi karena sebagai pemegang kendali utama, seorang CEO sering memiliki asumsi yang salah mengenai kepemimpinan. Sering kali seorang pemimpin mengimplikasikan dirinya sebagai seorang “raja di negaranya sendiri” dan pemahaman yang salah itu akan sangat berbahaya jika dilakukan secara terus menerus.
# Para Pemimpin Berfikir Bahwa Merekalah yang Memiliki Jawaban Atas Semuanya
Beberapa anggapan menyuarakan - seorang pemimpin ideal adalah pemimpin yang memiliki kompeten yaitu pemimpin yang dinamis. Mereka mampu membuat keputusan dalam hitungan menit. Menghadapi banyak krisis secara bersamaan, dan membutuhkan satu detik untuk menyelesaikan situasi yang membuat bingung orang berhari- hari.
Gambaran di atas adalah omong kosong! Pemimpin yang sangat tajam dan desisif cenderung menyelesaikan isu sangat cepat sehingga mereka tidak memiliki kesempatan untuk melihat percabangan masalah. Lebih buruknya lagi, pemimpin dengan karakter seperti ini merasa memiliki semua jawaban, mereka tidak terbuka dengan hal – hal yang baru.
Wolfgang Schmitt adalah seorang CEO dari Rubbermaid, yang senang menunjukkan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah sulit dalam sekejab. Sampai – sampai Schmitt mendapatkan sebutan “wolf mengetahui segalanya”. Dalam sebuah diskusi yang kompleks pun Schmitt, tidak menghiraukan pendapat atau sudut pandang orang lain. Ia hanya mengatakan bahwa “Baiklah! Ini yang harus kita lakukan!”
Ketika organisasi Anda dijalankan oleh orang – orang seperti ini, sebaiknya Anda berharap bahwa jawaban dari mereka adalah yang paling tepat. Di Rubbermaid tidak demikian. Perusahaan ini jatuh dari perusahaan yang paling dikagumi versi Fortune di tahun 1993, menjadi perusahaan yang diakusisi oleh jutawan Newell beberapa tahu kemudian.
Ingatlah pada hakikatnya kita / seorang pemimpin hanyalah seorang manusia dimana kita semua tahu manusia tidak luput dari kesalahan. Salah satu cara untuk meminimalisir kesalahan adalah mengumpulkan pendapat dan sudut pandang orang lain, dan kemudian dipertimbangkan untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
Seorang pemimpin yang sudah mempunyai anggapan “Saya mengetahui semua jawaban” akan menutup sudut pandang semua orang. Yang artinya seorang pemimpin dengan karakter seperti ini tidak mau untuk mempelajari hal – hal yang baru karena ia menganggap mereka sudah mengetahuinya tanpa mempelajarinya.
Para Pemimpin dengan mudah memecat orang- orang yang tidak memiliki pandangan yang sama dengan mereka.
Ciri-ciri utama dalam melihat karakter dan sifat para pemimpin yang baik dan patut dijadikan panutan adalah yang bukan hanya mampu melakukan hubungan bisnis saja, tapi juga melakukan pendekatan secara persuatif kepada bawahannya. Dalam bukunya, Jhon C Maxwell, seorang ahli kepemimpinan, pembicara, dan penulis mengatakan, '' Rasa puas terhadap diri sendiri adalah hal yang seharusnya paling ditakuti bagi seorang pemimpin.” Tipe kepemimpinan seseorang mencerminkan karakter yang sesungguhnya, karena karakter menentukan apakah sebuah hubungan dengan bawahan bisa bertahan lama atau tidak. Karakter yang akan dibahas dalam artikel ini adalah jenis karakter yang tidak akan segan-segan memberhentikan karyawannya jika tidak sejalan dengannya.
Seorang pemimpin seharusnya memberikan visi dan misi serta menanamkan nilai-nilai kepercayaan pada karyawannya. Sedangkan pemimpin yang arogan adalah pemimpin yang kerap memberikan dua pilihan pada karyawannya ketika ia sedang membuat sebuah kebijakan baru. Mereka selalu dihadapkan dengan pilihan: Ikut atau keluar.
Permasalahan yang mungkin timbul dari pendekatan ini yaitu rusaknya hubungan kerja. Pada dasarnya, tidak semua pendapat yang dikemukan oleh seorang pemimpin harus disetujui dan dilaksanakan dengan baik oleh karyawannya. Faktanya, dengan menghilangkan semua perdebatan dan perbedaan dalam memandang sudut pandang, seorang pemimpin terkadang berperan sebagai faktor perusak yang menghalangi karyawan dalam mendapatkan kesempatan untuk membenahi dan memperbaiki permasalahan. Pemimpin seperti ini biasanya membungkan dan menutupi sebuah permasalahan sebelum hal itu muncul ke permukaan, dan hal itu sangat berpengaruh terhadap pecahnya sebuah organisasi atau perusahaan. Perusahaan Mattel seorang Jill Barad menyingkirkan letnan seniornya, karena mempunyai pandangan yang berbeda dengan yang ia jalankan. Schmitt menciptakan suasana yang menakutkan di Rubbermaid karena pemecatan seperti ini malah mendapat dukungan dari CEO . Banyak dari mereka meninggalkan perusahaan secepat mereka bergabung. Pada akhirnya, CEO tersebut memiliki semua orang di belakang mereka namun mereka berjalan menuju kehancuran, dan tidak ada orang yang memperingati mereka.

Remember !! Hilanganya para Executive yang berkualitas bermula dari sebuah kepemimpinan yang buruk.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar